Merasa tinggi begitu mengindahkan, dikategorikan mapan, berlimpah harta sekaligus pengakuan. Semua manusia punya harapan akan aktualisasi diri, bukan soal gila pujian melainkan pencapaian hidup butuh asupan apresiasi dari sekitarnya. Mungkin banyak penyanggahan untuk merendah tapi sungguhlah tidak rasional jika hanya bicara usaha lalu hasil, apresiasi perlu (bonus dalam menyadarkan fungsi sebagai manusia).
Banyak prestasi, apreasi, digilai-gilai, karismatik berorasi, belum lagi ditambah wajah menarik hati. Keberadaan para orang-orang hebat yang mampu memberikan energi positif maupun cerminan kemewahan tidak lah lumrah. Penikmatnya berlomba-lomba ingin seperti 'nya', sukses jadi keharusan, passion sebagai benteng ter-sexy tuk mencapai aktualisasi. Munculah label menarik unjuk kebolehan dari mulai influencer, selebgram, youtuber, content creator (pada ranah media sosial), CEO, CTO, Manager, Analayst, Banker, Entreperenur (di ranah perusahaan). Sungguh, terkesima oleh label berkelas ini. Aku hanya bagian tengah-tengah yang bimbang mau melabeli diri apa selain "survival".
Bekerja untuk bertahan hidup, hidup untuk bertahan, tetap bertahan hidup selagi ajal belum mampir, cukup.
Awalnya sangat resah sama daya tarik si label melekat di orang-orang sekitar belum lagi dipertanyakan "Gimana?" memberi jawaban apapun selalu ada pertanyaan susulan, berhenti jika sudah menyebutkan labelnya. Magnet sang label tanpa disadari menempatkan diri sebagai "maha benar."
Yang lain bodoh, diem aja.
Anarki, IQ nya jongkok (orang IQ pake angka, gimana bisa jongkok).
Ketauan gak pernah disekolahin.
Bacaan buku lo kurang sih, pantes argumennya cetek.
Menarik sekali melihat komentar sesama manusia, semangat kayanya ya menyerang tak berujung kemana-mana juga. Kalau abis itu menghasilkan buku berjudul "Alasan kenapa IQ lebih milih jongkok daripada berdiri," jauh lebih bermanfaat.
Coba perhatikan sekitar aja sehari-hari (Soalnya liat media sosial suka sedih), sebangga-bangganya punya posisi keren di kantor, Office Boy, Cleaning Service, Resepsionis, Kurir, kerjanya sama susahnya. Mungkin mereka gak sekolah, tapi kerjaan mereka gak kalah keren. Jangan merasa paling keren gitu ah, gak dapet kerjaan yang sesuai 'pride' aja masih ngeluh. Akuilah mengejar label itu juga buat bertahan hidup, sama porsinya.
Terus, masih mau bangga?
Ya gapapa kok bangga asal jangan ketinggian nanti kelupaan napak.
Lihat kanan-kiri bantu sekeliling sesuai kemampuan.
Hati-hati sama label.
Inget, sampai kapanpun semua pencapaian berasal dari hal-hal bodoh jadi gak perlu bodoh-bodohin orang lain.

Komentar
Posting Komentar