Kakak Kehilangan Adik







Banyak orang bercerita mengagung-agungkan arti kekeluargaan dalam organisasi sebagai sebuah fondasi terkuat tapi nyatanya sulit menemukan makna ini sesungguhnya. Saya sendiri semasa kuliah mengikuti organisasi pertama kali tidak selalu merasakan nilai kekeluargaan ini, ada memang di momen-momen tertentu tapi masih lekat dengan unsur sentimen ‘angkatan.’ Suatu hari tercemplung lah saya ke sebuah organisasi himpunan mahasiswa yang dulu saya anggap sama sekali tidak ‘menarik.’ Melewati perjalanan bersama rekan-rekan lintas angkatan, akhirnya saya memahami makna kekeluargaan yang sesungguhnya. Meski punya perbedaan usia saya sudah menganggap setiap anggota lebih dari teman sebaya maupun rekan organisasi melainkan adik dan kakak sekaligus, seperti fungsi persaudaraan semestinya saya menganggap mereka teman bertumbuh beserta ‘energi’ buat perjalanan saya. Siapapun yang bertumbuh di dalam ataupun luar organisasi, saya turut bangga dan mendoakan nantinya keluarga saya ini mampu menjadi versi terbaik dirinya di mimpinya masing-masing.

Tepat di hari Rabu, 26 Desember saya baru saja kehilangan adik terbaik, salah satu sumber energi saya menjalani organisasi bahkan sampai saya berpijak hari ini. Perjalanan saya yang mungkin sudah lawas dari dunia organisasi tidak membuat energi bersama teman bertumbuh mati begitu saja, sama halnya mereka selalu bertumbuh di ranahnya disitulah saya ikut merasa hidup. Hasrat saya yang selalu bahagia punya adik merasa terpukul sekali saat tau saya kehilangan sosoknya, selamanya. Saya tidak pernah merasa ada batasan kedekatan dalam lingkaran-lingkaran kecil, saya selalu menganggap semua anggota di masa itu adalah keluarga. Begitu patah hatinya saya bukan karena tidak ikhlas, saya tau dia sakit dan begitulah cara Allah mengangkat penyakitnya namun seperti meredupkan satu energi saya selama ini rasanya pun sesakit kakak kehilangan adik.

Saya ingat betul bagaimana kedekatan yang dimulai dari sama-sama diam hanya sekedar kenal nama sampai akhirnya kami terlibat pada mimpi besar yang sama di akhir kepengurusan organisasi, bukan hanya mimpi kami tapi juga banyak orang beserta perjuangan berdarah-darah didalamnya. Kami diberikan kesempatan mengenal lebih baik, pernah suatu hari kami terlibat perang dingin namun dirinya lah yang selalu memposisikan diri sebagai sosok rendah hati mengingatkan bahwa permasalahan ini hanyalah ketakutan semata dan tidak sebaiknya membuatnya menjadi prasangka tidak baik satu sama lain, saya juga tau dia sedang dalam ketakutan yang sangat besar membuatnya kesulitan mengutarakan perasaannya. Bahkan saat perayaan ulang tahun saya ketika rapat, saya berkali-kali mempertanyakan ada apa dengan dirinya yang sangat terlihat menahan diri dari tekanan bertubi-tubi dalam proses perjuangannya, saya turut merasakan kesedihannya. Terlepas dari hasil terseret-seretnya proses mencapai tujuan, tidak dipungkiri kami banyak menghabiskan waktu bersama dalam menyelesaikan segala masalah tiada habis, berakhir manis bukan?

Setelah semua selesai terihat air mata menetes pada dirinya, mengucapkan terima kasih kepada saya karena selama ini membantunya. Saya mengungkapkan rasa bangga kepadanya yang telah melawan ketakutannya susah payah. Sekarang, saya yang mengeluarkan air mata melepas dia sambil mengungkapkan rasa terima kasih atas hal-hal baik yang dia tularkan kepada saya. Maaf kalau saya pernah membuatnya merasa tertekan, saya pernah bilang pada dasarnya saya sayang kalian semua namun mungkin ada yang salah dari cara saya menyayangi.

Teruntuk Adik terbaik saya, Muthia Alvi. Terima kasih atas surat kecilnya yang selalu menjadi motivasi saya sampai hari ini, saya juga ingin persembahkan surat kecil untuk kamu. Kamu bilang saya punya pengaruh di hidupmu ternyata bukan cuman saya terhadap kamu, kamu pun memiliki pengaruh besar dalam hidup saya. 

Energi kamu akan kembali saya hidupkan lagi di diri saya, karena jiwa kamu selalu ada di hati saya. Sampai jumpa di kehidupan yang lain :)


Love,
Avi



Komentar