Sebelum lanjut, baca dulu PART 2: Masih Tersisa
http://avinirazy.blogspot.co.id/2017/04/part-2-masih-tersisa.html
http://avinirazy.blogspot.co.id/2017/04/part-2-masih-tersisa.html
------------------------------------------------------------------------------
Semakin lama, aku menyadari betapa pengecutnya,
Semakin lama, aku menyadari betapa pengecutnya,
Selalu ada disampingmu tapi tak pernah ku
menyatakannya.
Sampai kamu begitu mudah menjauh, kini berjarak.
Aku memaklumi, mungkin saatnya menepikan
rasa yang justru membuatku semakin merindu.
Semenjak kejadian itu, Raka menjauh dari
Vira, menyaksikan senyum Vira selalu tersungging manis saat ’laki-laki’ itu
menjemputnya. Pagi hari ini ditemani setir mobil dan alunan musik
yang biasanya dinyanyikan bersama Vira, hanya lantunan berteman kenangan.
Whatsapp tak pernah lagi memunculkan nama
Vira dilayarnya, suaranya yang khas meributkan belum sarapan pagi sudah hilang
gaungnya. Tawanya selalu saja terngiang, ingin rasanya menatap matanya tajam mengutarakan
kerinduan.
Raka memilih jadi angkuh, ia hanya
mendekati Vira ketika ada kerjaan yang memang harus diselesaikan maupun urusan meeting. Vira berkali-kali mencoba
mengajak Raka berbicara, makan siang bersama, Raka selalu menolaknya.
”Gila nih gue lama-lama.” Bisik Raka dalam
hati.
Setiap hari ia berpura-pura sinis,
berkali-kali pula mata Vira seakan menunjukkan kekecewaan. Raka berusaha keras
memalingkan wajah menghindari menatap kekecewaan sang pujaan hati.
Raka memilih menerima tawaran bertugas di
Malaysia selama 2 minggu, ia rasa pilihannya dapat memberikan waktu untuk menenangkan diri, berhenti
membohongi dirinya sendiri. Selama di Malaysia ia menikmati
hari-harinya dengan pekerjaan yang padat, membawanya duduk di apartemen bersama
seorang wanita.
”Gimana kabar kamu sekarang ka? Aku nggak
nyangka kita malah ketemu di Malaysia.” Wanita berambut pirang ini mencoba
membuka pembicaraan.
”Kabar gue baik kok, gue juga nggak
nyangka client gue ternyata lo. Udah
lama ya.........”
”Sejak.......... aku ninggalin kamu karena
orang lain.” Wanita itu mencoba melanjutkan perkataan Raka.
”Udah
lewat, nggak perlu dibahas.” Raka mencoba mendinginkan suasana.
”Aku
rencananya balik ke Indonesia, mau lanjutin bisnisku disana. Makanya aku jadi client kamu.” Sambil mendekatkan
posisi duduknya 1 sentimeter lebih dekat dengan Raka.
”Kenapa lo mau bikin bisnis di Indonesia?
Bisnis lo disini kan udah bagus.”
”Aku kepingin lebih deket sama kamu.”
Mengucapnya persis ditelinga Raka.
Raka bangkit dari kursinya, meletakan gelasnya
di meja kemudian beranjak pergi.
”Sa, gue pamit dulu ya ada urusan lagi.
Besok-besok kalau mau ngomongin kerjaan nggak usah di apartement ya. Kita meeting diluar aja.” Raka bergegas
meninggalkan Alsa.
Raka mencoba menenangkan dirinya, bisa
saja hal yang tidak diinginkan terjadi. Membuatnya kembali mengingat apa
yang pernah dialami sebelumnya bersama Alsa. Selama 3 tahun Raka berpacaran
dengan Alsa, godaan-godaan semacam ini sering dilakukan Alsa selama keduanya menjalin
hubungan namun selalu ditolak oleh Raka.
Saat memergoki Alsa bersama laki-laki
lain, ia menyerahkan keputusan kepada Alsa bahkan tak ada sedikit pun terlintas
dibenaknya untuk mengakhiri hubungan mereka, sampai akhirnya wanita berambut
panjang itu pergi meninggalkannya.
Tepat hari terakhir di Malaysia, Raka
terkejut saat ada seseorang berkali-kali membunyikan bel kamar hotelnya ia
berjalan lunglai sambil membuka pintu kamarnya.
”Siapa ya pagi-pagi gini?”
Mata setengah terbuka dengan kaos polos
putih bersama celana boxer birunya ia terkejut melihat sosok wanita yang
ada didepan kamarnya.
”VIRA???????????????” Berkali-kali Raka
mengusap matanya meyakinkan bahwa wanita dihadapannya benar-benar Vira.
Raka
secara spontan memeluk gadis didepannya
“Vir…
kangen, gue nggak nyangka lo susulin gue kesini.”
Wanita itu terdiam, tiba-tiba menempeleng
kepala Raka.
”Lagian sih sok judes sama gue, kangen
juga kan.” Goda Vira.
”Ngapain lo disini? Ayo masuk.” Raka masih
tidak percaya.
”Udah sana mandi dulu, hari ini kita harus
meeting. Gue tunggu diluar.”
Penuh
semangat Raka bergegas menyiapkan diri.
Sepanjang
jalan, Raka masih tak menyangka ada gadis yang ia rindukan di
sebelahnya saat ini.
”Ngapain lo kesini Vir? Disuruh pak bos?.”
”Mau nyusul lo aja, tapi gue izin pak bos
ada urusan keluarga dadakan, lagian besok juga hari Sabtu.”
”Terus
beneran meeting??.” Raka mulai
bingung.
“Ya nggak lah hahaha, jalan-jalan aja yuk!
Muka lo nggak usah kaget gitu ah.”
”Kangen juga ya?” Raka mengusap rambut
Vira.
Vira hanya terdiam mengangguk, menandakan
dirinya mengiyakan.
Menapaki sepanjang jalan yang menunjukan
menara petronas keduanya berhenti persis di depan air mancur sambil duduk
menikmati es krim. Raka tak melepaskan pandangannya pada Vira yang selama ini
ia rindukan.
”Vir maafin gue ya.” Raka membuka
percakapan.
”Gue tau kenapa lo kaya gitu kok, jadi
nggak perlu minta maaf.”
Raka
kaget mendengar respon serius dari Vira.
“Hah? Emang lo tau gue minta maaf karena
apa?.”
”Gak tau sih hahahah! Gue sok serius aja.
Lagian gue seneng sekarang bisa ngobrol lagi sama lo, gue kangen.”
”Makan disana yuk.” Raka langsung menarik tangan Vira meninggalkan tempat mereka duduk.
Duduk berdampingan di pesawat, Vira
tertidur pulas dipundak Raka. Hari terakhir di Malaysia ia nikmati menghabiskan
waktu menjajaki berbagai tempat makan sampai menemani Vira berbelanja. Keduanya
menikmati obrolan, saling bercanda, Raka pun berusaha tidak membahas hal-hal
pribadi terutama tentang sosok lelaki itu.
”Bagaimanapun lo, sejauh apapun gue
mencoba berjarak tetap saja rindu, selalu berujung lo.” Gumam Raka dalam
hati sambil menggenggam tangan Vira yang sedang tertidur.
Bandara
begitu ramai terlihat banyak orang menanti di depan pintu kedatangan,
memastikan apakah orang yang ditunggu sampai dengan selamat. Wajah penuh
penantian berubah menjadi senyum lega, pelukan hangat. Senang rasanya
membayangkan jika menunggu bercampur kecemasan berujung manis.
Seperti menunggu Vira, sekarang rasa cemas
begitu bergejolak sampai sudah merasa kalah karena hanya bisa meratapi dia
dengan orang lain perasaan pun tertahan menyesakkan dada. Entah sampai kapan si
pengecut ini bertahan.
Melihat senyumnya lagi seperti siksaan dan
kerinduan secara bersamaan, seakan ingin memeluknya erat namun keinginannya berubah pilu melihat layar hp Vira bergetar bertuliskan nama Tian. Vira
menangkap tatapan itu membuatnya enggan menjawab panggilan dari Tian.
”Besok
berangkat kantor bareng lagi dong!.” Vira mencoba memecahkan suasana hening
hampir 1 jam perjalanan di tengah kemacetan ibu kota.
Raka
hanya membalasnya dengan anggukan.
Vira memutuskan untuk mengantarkan Raka
terlebih dahulu, melihat wajah Raka sudah terlihat lelah. Ketika Vira
berniat memeluk Raka menutup perjumpaan hari itu, tiba-tiba datang seorang
wanita yang berlari menuju Raka, memeluknya.
”Aku udah tunggu kamu daritadi. Ternyata
jam terbang kita beda yah, padahal udah sengaja aku samain harinya biar bareng
kamu.” Celoteh wanita itu.
Vira segera bergegas meninggalkan Raka
dengan taxi yang ditumpanginya.
”Bye, ka... istirahat ya!” Tutup Vira.
Kadang rindu memang begitu menggebu meski
awalnya ingin sekali dihiraukan, tapi saat berusaha mengobati rindu tanpa sadar
ada jeda yang terlewati mungkin saja memberikan ruang untuk 'orang lain'. Akankah
setelahnya jadi rindu berkepanjangan tanpa kejelasan atau rindu yang bersambut?
Vira meratapi jendela kamarnya menikmati
hujan ditemani deringan hpnya yang
terabaikan. Ia memilih berteman selimut bersama tanda tanya besar dikepalanya
tentang sosok wanita bersama Raka tadi sore.

Komentar
Posting Komentar