PART 2: Masih Tersisa

Sebelum berlanjut ke kisah ini, silahkan cek cerita PART 1: Bertemu Kembali,

http://avinirazy.blogspot.co.id/2016/09/part-1-bertemu-kembali.html


(Sumber gambar: instagram @yajugaya)

Saat rindu, aku ragu apakah rindu kamu atau kenangannya?.
Mungkin mengingatmu hanyalah debu yang menyelip di pelupuk mata, sementara.
Mungkin juga kamu terlalu manis mengukir kisah tentang kita.
Aku sendiri tak mampu menjawabnya, perasaan itu sulit ditebak arahnya.
Kalau aku memilih menikmatinya saja bagaimana?

”Ah sudahlah.” Vira mencoba menenangkan dirinya, segera bergegas ke lobby karena Raka sudah menunggunya.
”Selamat pagi tuan putri yang mukanya kusut banget pagi ini.” Sapa Raka sambil mempersilahkan Vira masuk ke mobilnya.

Sepanjang perjalanan mereka hanya terperangkap dalam diam.

”Nih susu stoberi dan roti buat lo, sarapan dulu gih.” Raka meletakannya di meja kerja Vira.
”E.. eh.. makasih ya ka.” Vira tersadar dari lamunannya.

Vira mulai mengecek hpnya yang sudah diabaikan semalaman. Terlihat dilayarnya terdapat 15 kali panggilan tidak terjawab beserta 25 chat whatsapp dari Raka, 5 panggilan dari Karin dan 1 pesan Whatsapp;
”Save nomer gue ya :).”

Malam itu bagai mimpi menjadi kenyataan. Tatapan matanya tegas menatap Vira, berkali-kali meyakinkan bahwa sosoknya tak asing baginya. Begitu lekat menujukan pandangan, sesekali Vira berusaha menghindari tatapannya. Setelah saling megenali keduanya tampak sumringah, melemparkan senyuman, bertukar pandang, menyapa, menanyakan kabar. Bertubuh tinggi sekitar 175 cm, tampak dengan bahu yang lebar dan berbadan tegak, terlihat semakin gagah dengan jas putihnya. Senyumnya masih sama, bedanya kali ini ia berkumis tipis.

Kacamata dan alis tebalnya selalu jadi perpaduan favorit Vira, khususnya saat ia mencoba menaikan alisnya karena berusaha keras mengenali sosok yang ada didepannya. Keduanya menikmati setiap obrolan ditemani 1 gelas es cokelat dan secangkir americano. Tampak ia terlihat lelah sudah bekerja hingga larut. Obrolan masih terus berlanjut, menanyakan bagaimana pekerjaan saat ini, bernostalgia masa-masa sekolah dulu ditemani turunya hujan membasahi kaca persis disebelah tempat mereka saling menatap.

Vira mencoba menyudahi obrolan karena waktu sudah semakin larut, namun ia tak mau dihentikan. Meyakinkan Vira menunggu beberapa waktu setelah hujan reda. Lagi-lagi mereka melanjutkan obrolan, terjebak nostalgia, berkali-kali Vira tersipu malu.

Meletakan jas putih dibelakang kursinya, kini kemeja lengan pendek berwarna biru dongker membuat Vira merasa ia semakin tampan. Matanya sayu, terlihat begitu lelah namun senyumnya membuat dinginnya hujan terasa hangat. Vira mencoba menutupi kegugupannya dengan mengepalkan kedua tangannya di pangkuan, bahkan setiap obrolan bersamanya Vira hanya mendengarkan, menatapnya penuh antusias tanpa berusaha menghentikan setiap perkataannya.

”Vir ini apartemen lo kan? Udah sampe nih.”
”Oalaaah... iya udah sampe aja ya hehehe, thank you ya!.”
“Sayang sih udah malem banget, pengen mampir padahal. Nanti bahaya kan kalo gue ketiduran di apartemen lo. Naik gih udah malem, selamat istirahat ya Vir.”
”Hehehe iya lain kali aja boleh kok mampir.”

Toyota C-HR silver B 1850 TA melaju meninggalkan langkah kaki Vira yang segera bergegas memasuki lobby apartemennya.

7 tahun lamanya, sosok Tian hadir lagi tanpa pernah disangka. Vira sadar hatinya begitu bergejolak saat diizinkan kembali menatap matanya cukup lama, merasakan rindu memunculkan hasrat untuk kembali memeluknya. Mimpinya dua hari lalu menjadi jelas, meski membuat perasaannya mengambang tanpa kepastian. Ternyata, rindu membawanya duduk berhadapan dengan Tian malam itu.

Pagi ini masih menyisakan setiap kisahnya dalam lamunan. Menghiraukan hiruk-pikuk kantor, setumpuk deadline begitupun roti dan susu dari Raka. Sepertinya Raka merasakan keanehan pada sosok Vira, matanya menandakan kekhwatiran namun berusaha ditepisnya.

Raka menatap layar hp, melihat dua ceklis biru di whatsappnya sebanyak 25 chat sudah terbaca. Menatap dari sebrang meja kerjanya, melihat roti dan susu darinya sama sekali tak tersentuh. Anehnya, hari ini Vira menolak ajakannya makan siang hingga pulang bersama. Tidak seperti biasanya, Vira hanya berkutat bersama laptopnya sesekali mengecek hp seperti sedang membalas chat seseorang.

Kembali dari menunaikan sholat ashar di mushola, Raka berniat menghampiri Vira yang lagi-lagi sedang sibuk dengan hp ditangannya.

”Vir yakin nih gak mau balik bareng gue?.” Raka mencoba meyakinkan.
“Gak ka, gue balik sendiri aja. Lo lembur bukannya?.”
”Gue bisa anter lo dulu kok nanti balik lagi.”
“Gak ah ngerepotin, gue balik sendiri aja ya ka. Jangan lebay gitu perhatiannya deh.” Balas Vira sambil mencibir Raka.

Raka mulai khawatir. Memang selama ini perhatiannya terhadap Vira mungkin berlebihan, namun tak biasanya Vira menolaknya mentah-mentah. Vira hobi melakukan penolakan untuk gengsi belaka yang akhirnya selalu di-iyakan. Menikmati lembur, Raka terus menatapi notifikasi hp nya satupun tidak ada chat dari Vira. Meskipun tidak pernah tahu apa hubungan mereka sebenarnya, keduanya selalu punya kebiasaan mengabari satu sama lain, saling menunjukan perhatian. Kalaupun lupa mengabari via chat, saling menelfon menjadi alternatif keduanya  dalam menjaga komunikasi. 

Raka memulai ketikan di hp nya;
”Vir tadi sampe apartemen jam berapa?.”
“Vir udah tidur? Temenin ngobrol dong, bosen nih lembur.”
“Vir gue telfon ya?.”

Pesannya diabaikan, namun tulisan last seen pada whatsapp Vira menunjukan dirinya masih mengecek whatsappnya. Raka hanya menghebuskan nafas panjang penuh kecewa, ia letakan hp nya kedalam tas memutuskan berfokus menatap layar laptop.

Kantor selalu ramai menjelang deadline, semua orang mondar-mandir dari meja satu ke meja lainnya, suara ketikan laptop tak henti-henti berdengung, dokumen-dokumen datang terus-menerus, tampang setiap orang berubah saat mendengar kata ’revisi’. Ditengah kesibukan, Vira berlari tergesa-gesa karena ia terlambat ke kantor pagi ini.  

Raka berkutat dengan dokumen dan laptopnya tanpa menghiraukan sosok yang sedang terengah-engah di sebrang mejanya. Raka mendatangi meja Vira sekedar memberikan beberapa dokumen untuk diselesaikan tepat pukul 5. Vira menahan tangan Raka yang ingin bergegas pergi. Berusaha mengalihkan muka, Raka melepaskan gengaman Vira kemudian mempercepat langkahnya meninggalkan Vira.

”Ka, hari ini lo tega banget sih kasih gue banyak dokumen harus kelar jam 5 lagi.” Keluh Vira.
”Ya itukan kerjaan lo.” Jawab Raka ketus, sambil berusaha mempercepat langkahnya menuju pintu keluar lobby kantor.
”Kok lo judes sih? Lagi PMS ya?” Goda Vira, mencoba mencairkan suasana dingin diantara keduanya.
”Ka.. ka... jawab dong.” Vira merengek sambil menarik lengan kemeja Raka.

Ditengah rengekan Vira yang hanya ditanggapi dingin oleh Raka, tiba-tiba mobil Toyota C-HR silver berhenti tepat didepan keduanya. Lelaki berkacamata dengan setelan kemeja putih lengan panjang turun dari mobil menghampiri Vira.

”Hei Vir, hari ini gue nepatin janjikan jemput lo di kantor. Sekalian lanjutin obrolan kita malam la.......” Vira segera membungkam mulut lelaki itu.
”E...he... gue balik duluan ya ka.” Vira menepuk lengan Raka, segera ia menarik lelaki itu meninggalkan Raka.

Sambil menatap kepergian Vira, ia hanya mengepalkan tangannya.

”Oh jadi dia vir.” Gumam Raka dalam hati.


Gue tahu, apa yang kita jalani masih tanda tanya.
Gue tahu, belum bisa memberikan status pasti.
Tapi, apa iya rasa sayang harus melulu soal status diantara kita?
Apa perlakuan gue selama ini tidak cukup membuat rasa ini jelas dimata lo?
Apa sebenarnya lo tau tapi berusaha memungkiri? Gengsi?
Atau semenjak ada dia?

Gue gak tahu siapa dia, tapi sekarang lo terasa samar. Sepertinya percuma gue berusaha memperjelas kalau lo terus berlari, membuatnya semakin sulit terlihat.
Kalau pada akhirnya lo memutuskan berlari semakin jauh, gue cukup menunggu di tempat awal kita mulai.


Komentar