Kebebasan: Rancu Namun Candu

Saya terbiasa hidup dengan aturan, ajaran ini baik ini buruk.'Kebebasan' memang tidak pernah lekat pada diri saya, meski baik-buruk yang coba ditanamkan juga pernah saya abaikan. Bukan karena merasa butuh 'kebebasan' atau dengan gagahnya percaya itu benar, namun hanya ego saja ingin melakukannya 'suka-suka' saya. Eh.... kepleset.

Lebih sakit dari yang saya pikirkan ternyata. Semakin lama, saya pahami bahwa 'kebebasan' suka disalah artikan. Padahal sebenarnya hanya ingin memenuhi ego saja tanpa berpikir lebih jauh dampak setelahnya. Saya percaya, 'kebebasan' itu semu, rancu namun candu.

Saya sendiri sering mempertanyakan apa arti 'kebebasan' buat saya? apa enak terus-menerus terkurung dalam aturan? saya juga tidak tau. Mencoba memahami saja, manusia hadir di dunia ini bukan untuk lepas-bebas, ada aturan mainnya, ada hati dan pikiran pula yang perlu dimainkan. Tentu terdapat pesan sebelum dilepas hidup di dunia, "Berbuat baiklah, lakukan yang baik sesuai dengan yang aku perintahkan" lantas, jika sudah dipesankan begini oleh sang pencipta apakah masih merasa butuh 'kebebasan'? Sekali lagi, saya mencoba memahaminya.

Semua orang marak berteriak 'kebebasan' berpendapat, 'kebebasan' jati diri dengan menekankan bahwa daripada jadi orang pencitraan lebih baik apa adanya kan? bebas, bisa lakukan menurutnya benar, baik. Lalu, yang disuarakan banyak orang ini justru seringkali jadi bumerang. Tanpa sadar menyakiti hati orang lain, memprovokasi, menciptakan keributan, menyalahkan kaum, kelompok, bahkan individu, caci-maki tiada akhir. Kemudian ketika api menyerang, semua akan membela 'ini negara demokrasi, bebas berpendapat' lalu disisi lain 'Kita tak boleh terpecah belah, demi persatuan'. Ah, saya muak.

Mungkin tanpa sadar ya, apa yang disuarakan itu malah jadi rancu. Sebenarnya apa yang dibela? membenarkan kebebasan namun saat keributan terjadi bawa-bawa persatuan? Lah, kalau bebas, ya sebebas-bebasnya kan? Bagi kalian tidak baik belum tentu buat yang lainnya baik, bisa saja sebaliknya. Mau dipaksa kaya apapun sulit berubah, saya sekali lagi hanya mencoba memahami. Saya tidak mau rancu ini jadi candu, hanya akan menimbulkan kebencian-kebencian baru (tanpa kalian sadari loh).

Akhirnya saya mengerti, 'kebebasan' tidak berlaku buat saya.
Ada aturan yang perlu saya pahami. Meskipun tak sejalan dengan pemikiran saya, banyak hal bisa dilakukan; kalau dengan orang-orang terdekat pasti saya ajak bicara, kalau diluar lingkaran saya lebih baik tinggalkan (jika sudah muak, tak sejalan dengan nurani saya) atau bahkan saya memilih diam.

Saya hanya tak ingin membuang waktu untuk menyakiti orang lain dengan 'kebebasan' yang saya kejar. Saya tidak mau mengkhianati sebuah kebaikan yang seharusnya dilakukan selama hidup.

Meski ya, tanpa disadari ternyata masih saja menyakiti orang lain. Memang tidak bisa dihindari, namun setidaknya berusahalah untuk memahami baru memberikan respon, sampaikan dengan baik, cukup, atau lebih baik diam.

Saya tak suka 'kebebasan' karena terlalu rancu.
Saya suka aturan, lebih tau kemana saya harus memilih, berjalan,
Saya suka bebas berpendapat hanya dikala perlu.
Saya memaknainya dengan menghargai apapun pilihan hidup orang lain, apa yang dilakukan orang lain meski seaneh itu di mata saya, ya namanya manusia. Hidupnya kan beda-beda, proses hidupnya juga beda-beda. Siapa saya, teriak-teriak 'kebebasan' tapi ternyata malah menghakimi? Yang menciptakan aja gak pernah main hakim sendiri.

Komentar