Pagi ini Vira menatap jendela memikirkan apa yang ia mimpikan tadi malam, mencoba mengingat kembali setiap ceritanya.......
”Ah kenapa sih mimpi dia lagi, dia lagi.
Serindu itu apa?! Udah hampir 7 tahun berlalu loh, kenapa masih muncul lagi sih
tuh orang.” Gerutu Vira dalam hati.
Deringan HP Vira membuyarkan
lamunannya.
”OI VIR GUE UDAH DI DEPAN DARI 1 JAM LALU,
BURUAN TURUN!!!.” Teriak seorang pria di telepon.
”iya iyaaaaaa, 5 menit lagi gue turun.”
Vira segera merapikan tasnya, membiarkan rambut panjangnya terurai tanpa disisir dan kemudian berlari menuju lift yang
membawanya turun ke basement. Sepanjang perjalanan sambil mengigit roti di
bibirnya, Vira masih berusaha mengingat cerita di dalam mimpinya semalam sampai
ia tidak menghiraukan Raka yang bercerita panjang lebar tentang liburannya di
New York.
Vira pun tersedak ketika dia mengingat mimpinya
tadi malam.....
”Uhuuuuk...... Sial.” Vira mencoba
mengambil botol minumnya menyelamatkan diri dari keterkejutannya.
”Vir hati-hati dong kalo lagi makan gitu,
makan rotinya gak nyantai sih.” Raka mencoba menyodorkan tisue untuk Vira.
”Apasih ka, orang keselek malah di ledekin
lagi.” Vira mencibirkan bibirnya karena kesal dengan ledekan Raka.
”Hahahaha... abis makan roti sambil
bengong aja bisa keselek deh, lain kali hati-hati makannya nanti kalo keselek
buah jambu kan repot” Raka mengacak-ngacak rambut Vira.
”Ah Raka rese!”
Raka adalah orang yang dikenal Vira hampir
1 tahun, sosoknya dewasa dan selalu tau bagaimana cara memperlakukan Vira
ketika keras kepalanya kambuh. Meski jahil dan senang sekali meledek Vira, Raka
sosok yang Vira kagumi diam-diam selama ini. Pertama kali Vira mengangumi Raka ketika mereka mengerjakan event perusahaan
sebagai Public Relations. Hampir
setiap hari hingga larut mereka menghabiskan waktu menyelesaikan deadline super
gila-gila an, sampai akhirnya Vira jatuh sakit karena kelelahan. Vira tidak
mengabari siapapun orang kantor bahkan Karin sahabatnya, Raka mencoba
menghubungi Vira berkali-kali tapi tidak aktif hingga malam tiba. Akhirnya Raka
mencari tau alamat apartemen Vira lalu bergegas menghampiri kamarnya. Bel pertama
tidak ada jawaban, begitupun bel kedua dan ketiga, pintu pun masih terkunci. Raka
langsung menghubungi resepsionis meminta kunci cadangan, pintu berhasil dibuka.
Memasuki kamar Vira, terlihat Vira sedang melemah di kasurnya dan mukanya pucat.
”Vira?!! Badan lo panas banget!!!!!” Raka
terkejut, ia langsung menggendong Vira bergegas membawanya ke rumah sakit
terdekat.
Raka menungguinya seharian sampai rela
bolos kerja, setiap hari datang menemani Vira hingga seringkali memarahi Vira
karena susah dibilangin.
”Kenapa sih susah banget dibilangin, makan
tuh gak usah milih-milih lo harus makan yang sehat.” Raka mencoba menyodorkan
sayuran ke mulut Vira.
”Gak mau ka, kenapa sih maksa. Gue
gak suka sayur.”
”Bawel.”
Raka memasukan sayuran ke mulut Vira
sampai akhirnya ia pun pasrah menelannya.
”Dasar pemaksaan.” Protes Vira.
”Mau sembuh apa gak? Gak usah banyak
protes.” Jawab Raka ketus.
Hampir setiap hari mereka berdebat soal
penolakan Vira makan sayur. Vira sering melihat Raka tertidur di sofa bahkan
selalu membawa pekerjaan kantor ke rumah sakit sambil menemani Vira.
”Vir.... lo gak boleh sakit lagi ya, gue
gak mau lo kenapa-kenapa. Gue khawatir.” Raka memegang tangan Vira yang sedang
tertidur.
Sebenarnya Vira belum sepenuhnya terlelap,
mendengar perkataan Raka membuat jantungnya berdegup kencang. Awalnya ia pikir
Raka semenyebalkan itu dengan omongannya yang ketus, namun ternyata Raka memang peduli terhadap Vira. Semenjak kejadian itu, Vira tak pernah berhenti
menganggumi Raka, tingkah lakunya
membuat Vira selalu nyaman berada didekatnya.
”Neng udah sampe kantor kali, bengong
terus..... nanti keselek lagi loh.” Goda Raka.
”Ngeledek teerusssss...” Balas Vira.
Hujan menemani Vira mengerjakan deadlinenya
di kantor malam ini, kemungkinan besar ia akan lembur. Raka menawarkan diri menemaninya lembur dan mengantarkannya pulang namun Vira menolak.
”Gak
usah ah ka, lo anter jemput gue mulu. Nanti dikira gue memperbudak lo lagi.”
“Yeee,
kasian tau cewek pulang sendirian tengah malem bahaya lah.”
“Lebay
ah, apartemen gue kan lumayan deket dari kantor.”
“Pokoknya
kalo lo udah selesai lembur kabarin gue ya, pasti gue jemput.”
“Dih…
kok maksa.”
“Bodo
amat weeekk, gue cuman balik bentar kok ke rumah buat mandi abis itu gue kesini
lagi nungguin lo lembur. Lo gak boleh nolak tawaran gue.” Raka berlalu sambil
mengelus lembut rambut Vira.
“Heran
deh, hobi banget maksa.”
“Tapi seneng kan? Dasar gengsi-gengsi
menggemaskan.” Raka berbalik mencubit pipi Vira.
Berjam-jam Vira berkutat dengan laptopnya
melihat banyak laporan yang harus ia kerjakan, pikirannya kembali pada mimpinya
kemarin. Ia tak menyangka sudah 7 tahun masa-masa muda itu berlalu begitu cepat.
”Tian aku sebenernya gak mau putus sama
kamu, aku masih sayang sama kamu.” Rengek Vira di telepon sambil menangis.
”Mau lo kan mutusin gue iya kan?!! Udah
lah gak usah ganggu gue lagi. Ngapain sih lo mohon-mohon gini, gak mempan.”
Balas Tian.
“Tian
tapi aku gak mau putus, bisa kan kita ngomongin ini baik-baik.”
“Gue
udah gak sayang lagi sama lo, puas lo?!.”
Percakapan
ini selalu terdengar menyakitkan bagi Vira. Mungkin memang menjijikan
mengingat masa-masa pacaran anak labil, tapi bagi Vira mengingat kembali membuatnya
sakit.
“Ah.. kenapa sih jadi inget lagi kan.”
Vira menghela napas panjang.
Mimpinya tentang Tian kemarin memang membuatnya
rindu pada sosok tegas dan menenangkan itu.
Vira memutuskan menghentikan pekerjaannya
sejenak, menutup laptopnya dan bergegas ingin mencari minuman segar. Ia
berpikir melanjutkannya lagi esok hari, pikirannya sudah terlalu lelah.
Memasuki
sebuah cafe di sekitar kantor,
Vira memesan ice cokelat favoritnya.
Persis
di sebrang mejanya terlihat seorang lelaki tua sedang menikmati kopi hangat
sambil membaca buku. Seketika dalam
waktu beberapa menit lelaki tua itu menarik napas panjang dan terjatuh pingsan.
Vira bergegas menolong lelaki tua yang terbaring lemah.
Bersama dengan manajer cafe tersebut, Vira
mengantarkannya ke rumah sakit terdekat. Beberapa lama kemudian pihak keluarga
tiba, memastikan keadaan lelaki tua itu baik-baik saja. Vira merasa sangat
lelah malam ini, ia bersandar di tempat duduk rumah sakit memejamkan mata
sejenak.
Tepat pukul 22.00 suara seorang pria
terngiang di telinga Vira,
”Mbak
misi mbak, ini udah malem loh masih mau tidur disini? Atau mbaknya lagi nunggu
keluarga yang sakit?” Suara pria itu begitu lembut.
“HAH?!!
INI UDAH JAM BERAPA?!!!!!.” Vira berteriak panik, melihat ke arah jarum jam
ditangannya.
“Ini
udah jam 10 malem mbak, mbak lagi nunggu keluarga yang sakit?” Jawab pria itu.
Setengah
sadar dengan rambut acak-acakan Vira membalas, “Ya ampun mas, maaf saya
ketiduran disini. Gak ada nunggu
siapa-siapa kok mas.” Vira sambil merapikan rambutnya.
”Eh
mbak sorry.... kok kayanya muka mbak familiar ya?” Pria itu mencoba mendekatkan wajahnya kepada Vira
untuk memastikan.
”Lah mas ngapain deket-deket sih...” Vira
menampik wajah pria itu, sekilas ia melihat di jas putih sebelah kanan terdapat
nametag menunjukan secara jelas nama pria itu.
Telepon Vira terus berdering berkali-kali,
pesan masuk tertera di layar HP nya; ”Lo dimana sih vir??.”
Vira
mengabaikannya.
”Ini terlalu indah untuk dibiarkan cepat
berlalu.” Gumam Vira dalam hati.

Komentar
Posting Komentar