Pada rabu, 16 Maret 2016 saya selaku anak magang
diajak mengikuti rapat konsultasi dengan ‘dewan perwakilan’ terkait rancangan Peraturan
Daerah (PERDA) mengenai kekerasan terhadap perempuan. Awalnya saya pikir ini
akan menjadi diskusi menarik dengan ekspetasi bahwa saya dapat mengetahui isu
kekerasan perempuan di daerah tersebut seperti apa dan sudah sejauh mana
pemerintah daerah paham mengenai hal ini.
Ternyata memang ekspetasi tidak selalu sesuai dengan
realita.
Saya kecewa.
Mereka datang dengan tangan kosong, apa yang ingin mereka
konsultasikan ‘tidak jelas’ bahkan satu hal yang bergejolak dalam diri saya
adalah, “Kalian perwakilan daerah loh tapi data pun kalian tak punya, lalu
sejauh apa kalian paham dengan kondisi didaerah kalian? Atau mungkin tidak tau
sama sekali?”
Saya tahu, mungkin mereka kekurangan wadah melakukan riset terkait isu kekerasan perempuan,
akan jadi percuma jika datang jauh-jauh konsultasi
dengan tujuan rancangan ‘peraturan daerah’ tapi ketika ditanya “memang di
daerah x punya data sudah berapa banyak kekerasan perempuan yang terjadi
disana? Atau sudahkah melakukan riset?” mereka bahkan pasrah menjawab “tidak
punya” dan “belum ada riset”
Ingin rasanya berteriak, “Untuk apa datang kalau tak
paham apa-apa?”
Konsultasi ini bukan mengenai anak remaja yang galau
percintaan bukan? ini mengenai ‘rancangan PERDA’ dan isunya pun serius bukan
lelucuan.
Bagi saya bukankah perwakilan daerah seharusnya
paham apa yang terjadi didaerahnya? Sehingga mereka bersedia mengabdi pada
daerahnya dengan menjadi bagian dari ‘dewan perwakilan daerah’??
Ya.. saya paham tak semua isu didaerah harus
dikuasai tapi akan jadi fatal jika orang profesional seperti mereka berkonsultasi
tentang isu penting tapi tak punya bahan yang matang untuk dikonsultasikan?
Sebelum mereka melakukan kunjungan terdapat
list pertanyaan yang mereka ingin ketahui dan banyak pertanyaan yang membuat
saya tergelitik seperti;
“Apa yang menyebabkan timbulnya penyakit masyarakat” hal ini sempat dipertanyakan oleh pihak
‘tempat magang’ saya yang bilang bahwa perlu diperjelas maksud dari penyakit
masyarakat ini apa dan menurut pihak 'tempat magang' saya kata ‘penyakit masyarakat’ ini biasanya didefiniskan dengan senang minuman
beralkohol, dunia malam serta mengarah pada pekerja seks komersial dan hal ini harus hati-hati dibicarakan karna justru mendiskiriminasi
perempuan.
“Apakah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) bisa
dikatakan sebagai penyakit masyarakat?” Jika melihat penjelasan diatas sudah
cukup terjawab ya………. Menjadi menarik adalah mereka sendiri tak paham definisi
penyakit masyarakat apa namun dimasukkan kedalam daftar pertanyaan.
Membingungkan bukan? J
“Salah satu tugas orang tua adalah mendidik
anak-anak agar patuh kepada sang pencipta, hormat kepada orang tua dan
menyayangi yang muda akan tetapi orang tua tidak boleh melakukan kekerasan
dalam mendidik anak. Mohon penjelasannya” jujur saya tidak paham membaca maksud
dari pertanyaan ini, adakah unsur pertanyaan didalamnya? Jika ini diubah
menjadi pertanyaan seperti; Apakah orang tua boleh melakukan kekerasan dalam
mendidik anak? Lalu apakah hal ini perlu dipertanyakan? J
pihak ‘tempat magang’ saya sudah menjelaskan bahwa mereka memang hanya
dimandatkan pada ranah isu perempuan untuk isu anak secara rinci dimandatkan
oleh pihak lain.
Hal menarik lainnya adalah ketika mereka memaparkan
bahwa di daerah x memang seringkali terjadi kekerasan terhadap buruh perempuan
akibat terdapat perusahaan asing yang memproduksi bulu mata sehingga lebih
didominasi oleh pekerja perempuan bahkan dapat dikatakan perempuan sebagai
istri di daerah x mayoritas bertanggung jawab untuk mencari nafkah sedangkan suami
pengangguran. Kemudian diskusi ini jadi merambah ke hal yang saya anggap lucu,
salah satu bapak mengatakan tingkat perselingkuhan di daerah x tinggi akibat
perempuan menjadi pencari nafkah, uangnya banyak, seringkali merendahkan suami
dan dengan uang banyak perempuan mempercantik diri sehingga tertarik untuk
berselingkuh dengan ‘laki-laki’ yang lebih ‘mapan’ (tidak pengangguran) jika perselingkuhan
meningkat maka tingkat perceraian juga tinggi.
Ketika mendengarnya saya tertawa kecil karna sangat melenceng
dari bahan diskusi, apakah mengenai permasalahan macam ini penting menjadi bahan
pertimbangan rancangan PERDA? atau hanya curahan hati sang bapak? entahlah.
Karna jika bicara perceraian ada banyak faktor tidak semuanya hanya berkaitan dengan
perselingkuhan, alasan terjadinya perselingkuhanpun beragam dan menurut saya itu
termasuk ranah yang personal tidak berkaitan dengan PERDA.
Setelah diskusi ini makin melebar ke hal-hal yang
menurut saya keluar dari esensinya dimana sudah jelas bahwa mereka tidak punya
data apapun, belum melakukan riset atau sebenarnya sudah ada tapi mereka tak paham/tak
tahu, ternyata di daerah x memang belum ada lembaga layanan maupun gerakan
perempuan yang melakukan kajian terhadap isu kekerasan perempuan atau bahkan
sebenarnya ada tapi mereka tidak tahu, saya tak paham. Menurut saya tidak melakukan
research sebelum melakukan konsultasi
terkait suatu isu adalah hal paling fatal, sama halnya dengan wartawan/reporter
yang ingin melakukan wawancara tapi tidak mencari tahu terlebih dahulu siapa
yang diwawancara (bahkan tidak tahu track
record dari orang yang ingin diwawancara) serta tidak paham dengan topiknya.
Mereka tidak mengetahui ‘tempat magang’ saya punya
beberapa fokus isu khususnya terkait kekerasan perempuan, tidak dimandatkan
mengenai isu anak dan track record
lainnya, padahal tidak sulit bukan mencari di internet?
Saya tidak bermaksud menjatuhkan mereka selaku ‘dewan
perwakilan daerah’ dan tidak memukul rata bahwa semuanya sama. Saya tetap
mengapresiasi maksud baik untuk membuat daerahnya jadi lebih baik. Hanya
keresahan yang menurut saya ini mengejutkan untuk ukuran profesional semacam ‘dewan
perwakilan daerah’ seperti tidak terbayang jika masih banyak lagi yang seperti
ini bahkan tidak memahami etika dasar ketika berdiskusi, berkonsultasi,
wawancara dll harus cari tahu dulu,
jangan malas J
Apalah arti pintar berbicara tapi tak beresensi
seolah-olah ingin terlihat menguasai padahal menutupi sebuah ‘ketidaktahuan’.
Apalah
arti konsultasi tanpa persiapan apa-apa.
Mencari tahu untuk memahami itu baik.
Jangan membuat dirimu terlihat memahami tapi mempermalukan
diri, didepan mahasiswi awam ini.
Komentar
Posting Komentar