Resahnya Jadi Pemimpin

Menjadi pemimpin bukanlah yang gue inginkan, gue lebih memilih jadi pengikutnya pemimpin atau kalau boleh hanya sebagai penontonnya pemimpin. Gak pernah terbayangkan sama sekali kalau pada akhirnya gue menjadi pemimpin, kepala utama dari banyak kepala. Gak pernah terbayangkan juga ternyata jadi pemimpin bikin kepala pusing tujuh keliling.

Keresahan menjadi pemimpin sudah menjadi permasalahan di diri gue semenjak gue harus di aklamasi sebagai calon tunggal di himpunan mahasiswa HI Binus University. Seperti keresahan batin di diri gue; “Jadi pemimpin itu bukan keinginan lo, dan lo bukan pemimpin yang di inginkan masyarakat HI bahkan teman-teman organisasi lo sendiri.”
Gue merasa tertampar berulang kali bahkan seringkali muncul dibeberapa waktu ketika merenung, seperti ada setan-setan kecil didalam diri yang terus mengulang pernyataan itu seakan menyimpulkan bahwa “Lo gak seharusnya ada di posisi sekarang” ya, gue memang terpaksa ada di posisi ini tapi gue gak tau kemana harus melarikan diri, sayangnya gue gak secupu itu melepaskan tanggung jawab mentah-mentah. Gue selalu menyemangati diri gue bahwa, “jalanin aja, pasti ada positifnya dari keterpaksaan ini.”

Awal yang berat buat gue ketika memulainya dengan keterpaksaan, lagi-lagi gue ragu apa gue bisa memimpin orang yang sebagian besar baru gue kenal, apakah gue bisa membawa organisasi ini lebih baik, dan gue harus mulai darimana?!!! Gue gak tau, abu-abu butek. Gue gak pernah punya pengalaman mimpin organisasi apapun………………………………………. Keresahan ini berubah menjadi kepasrahan.
Seiring berjalannya waktu gue mencoba lakukan apa yang gue bisa, dimulai dari memikirkan cara bagaimana bisa melakukan pendekatan dengan teman-teman pengurus dari awal ibarat gue mencoba “pedekate” untuk mengenal satu sama lain.

Keresahan berikutnya adalah proses menjalani program kerja, bagaimana gue bisa menggerakkan orang untuk mau bekerjasama dalam mewujudkan program kerja ditambah lagi sistem yang  membuat kepala gue ingin pecah,  beberapa program kerja terhambat dan bermasalah meskipun akhirnya dapat dijalankan. Perubahan sistem serta aturan lainnya sangat menguras tenaga dan pikiran, akibat sistem sepertinya gue resah setiap hari.

Keresahan paling membuat mental cukup naik-turun adalah ketika gue harus keliatan gak capek, lelah, pusing, muak didepan pengurus maupun aktivis sedangkan sebenarnya gue sedang secapek, selelah, sepusing dan semumet itu. Kesulitan ini sering gue alami, gue juga dikritik soal hal ini membuat gue akhirnya merasa lemah sekali jadi pemimpin. Tapi gue selalu berusaha sebisa mungkin terlihat kuat meski akhirnya ketika gue merasa dititik lelah gundah gelana gue lebih memilih menangis dalam kesendirian.

Lalu, hal lainnya adalah ketika kritik sampai ditelinga gue yang membuat otak gue berpikir keras “Ternyata gue gini……… ternyata kaya gini bikin orang gak suka, ternyata kalau bikin kaya gini anak-anak jadi males sama himpunan atau menganggap acara himpunan gak menarik.”
Kritikan berputar keras dipikiran seperti benang kusut, kepingin rasanya melakukan pembelaan coba deh kenali himpunan ini lebih dalam lihat langsung masalahnya, lihat langsung sejauh mana perjuangannya untuk lebih baik lalu silahkan kasih kritik terus coba gak hanya lewat omongan mari terjun langsung perbaiki, tapi… ya gak seegois itu juga, biarkanlah kritik menjadi cambukan, hak semua orang untuk mengkritik meski nyelekit sekalipun. Gue gak bilang kritikan itu jadi hal menyebalkan, tapi cukup bikin mental tergoyah kencang meskipun gue selalu berusaha sebisa gue untuk memperbaiki apa yang bisa diperbaiki cepat ataupun bertahap.
Terkadang gue merasa tuntutan sebagai pemimpin “sempurna” membuat gue kepingin lompat dari air terjun Niagara sambil teriak “kesempurnaan hanya milik Allah SWT”
Gue selalu mencambuk diri gue sendiri bahwa berkorbanlah sebanyak-banyaknya, berusahalah semaksimal mungkin meski harus keseret-seret, baret-baret, berdarah-darah nikmatin aja, untuk hasil anggap bonus, bagi gue yang penting adalah prosesnya.

Soal keluarga….
Terdiri dari keluarga kecil gue seringkali diprotes karna waktu untu keluarga sedikit bahkan mungkin hampir gak ada. Hari minggu juga sering terpakai untuk urusan himpunan, hari-hari gak ada kuliahpun gue habiskan di kampus dan jam pulang gue selalu malem. Awalnya apa yang gue lakukan didukung penuh, tapi lama kelamaan sering muncul amarah-amarah kecil yang membuat gue resah karna bisa dibilang gue lebih sering memprioritaskan himpunan dibanding waktu buat keluarga. Bukan cuman resah yang gue alami tapi sedih campur pedih. Gue sering mempertanyakan apakah gue salah jadi pemimpin hari ini? Apakah gue salah berkorban waktu, pikiran, tenaga untuk jadi pemimpin sehingga sering melupakan unsur kehidupan gue yang lain?


Gue resah jadi pemimpin.
Kalau tau akan begini,  gue memilih lari dari tanggung jawab ini.
Kalau jadi pemimpin gue sering melukai, lebih baik gue gak ada di posisi ini.
Kalau boleh mengulang waktu gue gak mau ada di posisi ini.

Gue tau segala yang dimulai dari keterpaksaan memang gak baik,  gue tau gue gak sempurna, gue tau sosok gue bukan sosok pemimpin yang di inginkan atau sesuai kriteria, gue tau kekurangan gue seringkali jadi benalu buat orang lain bahkan melukai orang lain, gue tau gak semua orang yang bekerja dengan gue adalah orang yang suka sama gue, gue tau gue nyebelin, gue tau gue meragukan dan lemah mental.
Gue hanya mencoba lakukan yang terbaik dari diri gue dengan segala keterbatasan, kekurangan dan keraguan.
Gue bertahan karna orang-orang disekitar gue mau belajar dan berkembang bersama gue di himpunan, gue bekerja dengan orang-orang yang menyenangkan, mau belajar dan menerima keterbatasan pemimpinnya. Semenjak ketemu mereka, keterpaksaan gue berubah menjadi semangat membara untuk menciptakan hal-hal luar biasa bersama-sama, setidaknya kekecewaan gue terhadap diri gue sendiri terbantu dengan adanya mereka yang punya kemauan untuk berkonstribusi lebih di himpunan.
Semoga, keresahan ini membawa berkah.
Sebagai penutup keresahan selama menjadi pemimpin serta penutup untuk lepasnya gue dari jabatan ini....
Terimakasih untuk kalian yang selama ini masih bertahan di himpunan bekerja bersama gue dengan segala keterbatasan yang gue punya…
Terimakasih untuk kalian yang rela menguras waktu, tenaga dan pikiran untuk berkonstribusi lebih dalam himpunan…..
Mungkin selama kepemimpinan gue masih banyak kekurangan, tapi gue selalu merasa setiap konstribusi kalian sekecil apapun sangat berarti buat himpunan..
Bagi gue komitmen kalian untuk bertahan disegala keterbatasan adalah alasan gue bangga dapat bekerja bersama kalian….
Semoga setelah ini ada banyak pelajaran yang dapat berguna untuk masa depan kalian, kalaupun tidak berguna… setidaknya menjadi kenangan yang patut dikenang.
Meski menjadi pemimpin merupakan keresahan, kalian adalah alasan gue bertahan melepas keterpaksaan demi melangkah bersama untuk sebuah pencapaian…
Melangkah bersama kalian adalah pilihan yang tidak akan pernah gue sesali, hari ini.
Akhirnya resah tak lagi jadi hal menakutkan karna kalian menguatkan J







Komentar